Ahmad Darwin. Diberdayakan oleh Blogger.
Selamat Datang

CERITAKU ( ADA DI blog satunya) TAK KENAL MAKANYA TAK SAYANG

Sabtu, 21 Mei 2016

Akhmad Darwin
Salam kenal sahabat    !
perkenalakan, Namaku Akhmad darwin, tanggal 7 desmber 1989 aku dilahirkan (katanya- kata ortuku lah), tepatnya didesa sarang tiung  kabupaten kotabaru ( Kal-Sel ),  aku anak kedua dari 3 bersaudara, ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga  dan ayahku hanyalah seorang nelayan.
Aku bersuku MANJAR, eemm... pasti teman-teman rada bingung ya?.
MANJAR!! suku apa itu? ini hanya bisa bisaku aza yang memadukan dua suku antara suku mandar dan banjar ,suku ayah dan ibuku.  Sahabat! setiap orang pasti punya cita-cita, dan akupun juga, Cita-citaku  sederhana, yaitu aku hanya ingin membahagiakan setiap orang yang ada disampingku (itu pun, jika yang demikian dapat disebut cita-cita). heeee...
huuuuuhhhhhh.... (menghela napas / berat berpikir , apa yang mau ditulis).... 
eemmm.. entah apa yang mau aku tulis dalam blog ini , ingin rasanya aku memperkenalkan secara detail tentang kehidupanku, tapi harus aku mulai dari mana, aku bukan ahli bahasa/sastra yang mampu menuangkan cerita kehidupan dalam sebuah tulisan. ( tapi aku mau bercerita pada dunia).

Keluargaku....
Sahabat! Jika banyak yang berkata "indahnya keluarga" mungkin akupun pernah merasakan nya. indah disaat bersama ayah, ibu dan saudara-saudaraku (mungkin ini yang mau aku bahas dalam blog ini, hee) .
Kurang lebih  sekitar 20 tahun yang lalu ( sekarang umurku 25-26), kalimat ini pantas dalam kehidupanku, Tentaram dan damai, walau hidup pada rumah yang kecil, beratap daun rumbia ,  dinding-dinding dan lantainya yang terbuat dari ayaman bambu. dan hiasan  pekarangannya penuh dengan berbagai bunga, hanya sekedar untuk menyamarkan kumuh dan gubuknya rumah kecil itu, pantai yang tak jauh dari rumah menjadikan suasana semakin nyaman, indah dan tentram oleh  irama nada gemuruh  ombak yang menghempas bebatuan karang.

Penghasilan ayah hanya dari bagang (nama alat penangkap ikan dilanut) namun selalu dirasa cukup setip hari, Tak ada keluh bagi kami , yang kami rasa hanyalah kebahagiaan dan tentaraman (mungkin perasaan anak kecil saat itu/ perasaanku).  calon bayi yang dikandung ibu, membuat  semankin bahagia kehidupan kami. setiap hari penuh canda tawa dan bahgia.
Saat itu listrik belum masuk didesaku, jika kami ingin menonton TV maka kami harus jalan kaki sejauh 2km. untuk menuju rumah pak haji Aco namanya, karna hanya belio yang punya TV dimasa itu, itupun setiap orang harus  bayar 50 rupiah karna uangnya untuk dikumpulkan dan dibeli soalar buat mesin domping yang digunakan (mesin listrik). jika kami merasa letih (uyuh jar banjar) maka ibu atau ayah hanya mengajak kami untuk mendengarkan   cerita kisah para nabi dan rasul atau bahkan cerita dongeng yang tak jelas akhirnya, namun kami tetap menikmati dengan tertawa bahagia, sungguh indah bila dikenang, walau hidup seadanya, namun terasa indah jika bersama. dan itu sudah dirasa cukup, karna kebahagian sesungguhnya ada pada kebersamaan dan ketentraman.

Perahara Yang Tak Dimengerti Si Kecil
Tahun 1993 , entah apa yang sebenarnya terjadi,   "penyerangn  masal tanjung pelayar" ,    melibatkan ayah dan kedua orang saudaranya ( pua anci dan pua usuf) dan entah bagain mana asal mulanya , yang aku tau ayahku pergi berkunjung kekampung halamannya,  untuk menghadiri acara perkawianan keluarga. dan pada  akhirnya menjerumuskannya pada kokoh dan kuatnya terali besi.

Bagaikan Tenggara datang sebelum pada musimnya (suatu musim yang tidak ada penghasilan bagi nelayan) runtuh hati menghapus semangat diri, seolah tak ada lagi harapan untuk hidup berbagi, itulah mungkin perasaan ibu disaat itu ketika mendengar berita teragedi itu terjadi.

Dua anak yang masih kecil dan kandungan yang sudah membesar,  tanpa ada suami yang menemani dan memberikan semanagat hidup dalam menantang kerasnya kehidupan.
apa yang harus diperbuat ibu beranak dua dan kandungan yang siap menanti kelahiran, sedangkan sang  suami terjerat diterali besi. (sungguh terasa memilukan).

Rasa malu dan gengsi  mengadu pada keluarga membuat kehidupan itu semakin pahit dan berat, ibu memikul sendiri seolah mampu menghadapi kenyataan yang dihadapi. tak lagi memikirkan sepahit apa yang akan terjadi, dia hanya manpu berusaha dan terus berusaha memberi yang terbaik untuk sibuah hati,  berusaha  dan terus berusaha  mencari jalan yang terbaik, agar  semuanya dapat terkendali , cicin emas  yang pernah menjadi ikatan suci digadaikan untuk modal membebaskan sangsuami ,  namun apa daya segala usahanya hanya berakhir sia-sia, hukum tetap hukum, peroses keadilan yang akan menjawab segalanya.

Beberapa bulan kemudian setelah teragedi itu , ibu pun melahirkan anak laki-laki , Ibu memberinya nama YUSRIANNOOR artinya cahaya kemudahan, berharap jalan Allah menitipkan seorang bayi laki-laki ini mampu membuat jalan hidupnya tegar dan juga dimudahkan. 
Sampai pada akhirnya ibu berkenalan dengan seorang wartawan koran, dan ibu bercerita panjang lebar tentang tragedi itu, maksud dan tujuannya tidak lain agar temannya  mau mengespos kejadian yang sebenarnya, agar banyak pihak yang membantu peroses di pengadilan.
Dan lagi lagi,  malah semua itu menjadi bumerang yang luar biasa ketika ada salah seorang keluarga ayahku,  entah sengaja mempitnah atau hanya sekedar mengadu sesuatu hal yang dia sendiri tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Hidup hampir putus asa mungkin itulah yang ibu rasa, pada akhirnya ibu kembali bangkit, mungkin, itu karna kami bertiga (maria ulfah-kakaku, ahmad darwin-aku, dan yusriannoor-adikku). ibu menjelaskan penuh meyakinkan pada ayah agar kesalah pahamanan itu tidak menambah hancurnya harapannya untuk kembali hudup bahagia.

Delapan bulan berlalu, ponis pengadilan memutuskan  ayah dan saudaranya  menjadi tahanan luar, rasa syukur dan bahagi menyelimuti hati ibu, namun kebahagiaan itu terasa begitu singkat, entah dari mana awalnya, ayah tak lagi seperti dulu setelah keluar dari penjara , ayah jarang ada dirumah, entah apa alasannya, ketika ayah datang ibu marah-marah, kami hanya bisa mendengarkan ocehan yang tak jelas, yang mungkin hanya dimengerti orang dewasa, ibu nangis, ayah kembali pergi, semuanya bertahan hanya berapa bulan setelah ayah keluar dari penjara, dan pada akhirnya  mereka pun memutuskan bercerai. ( tubi-tubi derita yang ibu rasa, semoga allah mempersiapkan surga buatnya diakhirat nanti aminnnn)

Setelah perceraian itu, ayah tak pernah lagi datang menjenguk kami,  ibulah yang  menjadi tulang punggung keluarga, , ibu berusaha mencari penghasilan untuk makan sehari-hari, dari meraut sapu ( terbuat dari lidi) menjual tempurung nyiur, samapai jadi buruh pengupas ubur-ubur.
sahabat! Makan seadanya, kadang cuma makan pisang rebus yang yang ditumbuk, jika pun ada beras ibu haya memasaknya menjadi bubur, (sungguh pilu bila diingat).
kehidupan itu sangat jauh berbeda Ibu tak pernah lagi mengajak kami bermain dan bercanda, bahkan dia menjadi sangat berbeda, ibu jadi pemarah, pengekang, dan bahkan apa yang kami lakukan itu selalu salah dimatanya, yahh.. mungkin itu karna tekanan batin yang dia derita.
suasananya kini sangat berbeda , jika dulu ada ayah yang menemani,  kini hanya kami hidup berampat , tidak ada lagi acara pergi nonton TV , tidak ada lagi cerita kisah para nabi dan dongeng yang menghibur disuasana malam, segalanya menjadi sepi, ibu pun dipenuhi dengan emosi jika melihat tingkah anaknya yang dianggapnya salah, padahal bagi kami tak ada yang salah apa yang kami laku kan.
Jika suasana hati ibu lagi baik kami berdua diajak ikut bersamanya masuk dalam hutan mencari kayu bakar, dan meraut sapu untuk dijual. walau hanya diajak seperti itu entah mengapa rasa bahagia  terasa sekali, "andai kata ayah ada disini mungkin hidup kita tidak sepilu ini" itu yang selalu berbisik dihatiku,   ibu mengajarkan kepada kami untuk hidup tak boleh meminta belas kasih, apa lagi menjadi  pengemis. ibu selalu berkata kepada orang yang hendak membantunya "aku mampu menghidupi tiga anakku, terimakasih perhatian kalian , maaf aku tidak bisa menerimanya" itulah kata kata yang sering dia ucapkan.. entah apa yang dia pikirkan, malu atau gengsi, hidup tak mau dibantuan  orang lain. padahal dia tau, kita semua tak kan hidup bila  sendiri.
rumah gubuk yang jau dari masayarakat desa, membuat kami hidup membiasakan diri. jika   ibu pergi kami harus    tetap berada dirumah, sedangkan adikku dititip pada nenek. nenek sangat sayang pada kami, namun kami hanya sesekali diperbolehkan ketempat nenek.  rasa jenuh dirumah membuat kami menjadi anak yang suka mencari cari kesempatan pergi bermain, walaupun kami tau resiko nya akan dapat marah  bahkan akan dapat pukulan dari ibu.
Dengan berjalan nya waktu, kami (sikecil) tetap dapat menemukan jalan kehidupan kami dalam dunia bermain, MESKI terus dapat marah dari ibu, kami  banyak bermain denagn mainan tridisional seperti ayun apan, rumah-rumahan, kadang doter-doteran , pedang-pedangan ( terbuat dari papan) , tembak-tembakan ( terbuat dari bambu dan pelurunya dari kertas basah), kapal-kapalan (terbuat dari pelapah rumbia), berenang dilaut ( ini yang paling dibenci ibu), main tali getah, ( karet gelang), sam-saman, inting intingan , buta lele, cinaboi, asinan ( penjuru pagar) , layang-layang ( pada musimnya) , gasing, main gapo ( terbuat dari pasir), gelendengan ( terbuat dari ban motor, tutup mangkong sabun colek, apa saja yang berbentuk bulat yang bisa digulingkan), mobil-mobilan ( bermacam-macam dari terbuat dari botol sampai dari papan dan bisa di naiki) dll. masih bayak yang lainnya.. ( sengaja dikasih biru karna tidak terlulu penting) heeeee

Sampai pada suatu hari, mungkin, entah pangilan pekerjan untuk menjadi buruh pengupas ubur-ubur dikota membuat ibu harus meninggalkan kami, dan  terpakasa kami dititip pada nenek,  , allahamdulillah setelah kembali dari itu  ibu mendapatkan modal , untuk mulai membuka usaha kecil-kecilan dikampung , setiap pagi ibu menjadi penjual kue dan disorenya ibu menjadi penjua bakso. kami mulai melupakan sesosok ayah, yang kami lihat hanya ada semangat ibu beranak tiga.

Harapan seorang ibu beranak tiga

Usaha kecil yang ibu jalankan mencukupi segala kebutuhan, kami tak lagi makan pisang rebus yang ditumbuk, hari-hari kami mulai kembali ceria dan bahgia. ibu tak lagi marah-marah, bahkan  ibu kembali sering mengajak kami bermain dan bercanda bersama (candaan ala anak dan orang tua).
sahabat ...! tak terasa sudah tiga tahun ibu bercerai dengan ayah , selama itu juga hampir tak pernah aku dengar kabar tentang ayah, dan mungkin ibu dan kami sudah merasa nyaman dengan kehidupan ini. Tekat kuat seorang ibu beranak tiga berjuang menghidupi keluarga, membalut sebuah luka, walau tak pernah akan hilang bekasnya, namun kini telah samar tertutup  oleh balutan harapan ibu beranak tiga, bertekat membahagiakan anak-anaknya, dan menjadikannya insan yang terbaik dalam harapannya.
Ibu sangat memperhatikan pendidikan kami, disela kesibukannya, ibu selalu ada buat kami, selama  tiga tahun itu ibu belajar keluar pada rasa nyamannya, mengajak kami  hidup dengan tegar untuk menuju bahagia, dan kebahagian itu sudah sangat terasa." terimakasih ibu. engaku wanita yang luar biasa" mungkin hanya itu pujian sederhana yang biasa kami kata.
kami pun dimasukan sekolah di SDN Sarang Tiung, kakakku yang pertama, baru aku dan terakhir adikku, ( banyak hal yang mau aku cerita disaat masa sekolah ini. masih terasa hangat dalam ingatan, kebahgian, kesederhanan, kepolosan, kegigihan dan bahkan kesedihan , namu lain kali aza ya di bahasnya, heeeee).
Goresan pena mengoyak luka
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, waktu kian berlalu mengikis dan meninggalkan masalalu. Musam Barat telah datang ( musim yang dinanti nelayan) ,  musim yang membawa berjuta harapan dan kebahagiaan bagi nelayan, walau pun ibu bukan  seorang nelayan namun dia yakin dengan  datangnya musim ini akan berdampak baik pada ekonomi penghidupan. dan itu benar adanya, kue  yang ibu jual setiap pagi  selalu terjual habis, warung baksonya setiap sore juga selalu ramai denagan pembeli. kami pun selalu ikut membantu ibu walau hanya sekedar membantu mengantar menu. kami sangat bahagia seolah badai derita telah benar-benar berlalau, goresan sembilu derita telah benar-benar sembuh.

takdir tuhan berkata bukan. ketika datang sepucuk surat dan sebuah kado kepada ibu.
 
bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar